Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengundang Presiden China, Xi Jinping, untuk menghadiri acara pelantikannya pada 20 Januari 2025 di Washington, DC. Langkah ini menimbulkan berbagai pertanyaan, mengingat hubungan yang selama ini dipenuhi dengan ketegangan, terutama terkait isu perdagangan dan kebijakan luar negeri.
Menurut laporan Reuters yang diterbitkan pada Kamis (12/12/2024), informasi mengenai undangan tersebut pertama kali disampaikan oleh CBS News, yang mengutip beberapa sumber yang dapat dipercaya. Hingga saat ini, tim Trump belum memberikan konfirmasi resmi mengenai apakah undangan tersebut telah diterima atau ditolak oleh pihak Xi.
Langkah Strategis dalam Hubungan Diplomatik
Undangan kepada Xi Jinping disampaikan pada awal November 2024, segera setelah Trump berhasil memenangkan pemilihan presiden pada 5 November. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun hubungan AS dan China penuh tantangan, Trump nampaknya berupaya untuk membuka peluang bagi pendekatan diplomatik guna meredakan ketegangan antara kedua negara.
Namun, hingga saat ini belum ada kepastian apakah Presiden Xi akan menerima undangan tersebut. Kedutaan Besar China di Washington juga belum memberikan pernyataan resmi mengenai hal ini.
Perubahan Potensial dalam Dinamika AS-China
Bagi banyak analis politik, undangan ini dianggap sebagai suatu langkah yang jarang terjadi dalam sejarah hubungan antara Amerika Serikat dan China. Jika Xi Jinping hadir pada pelantikan presiden AS, itu akan menjadi simbol penting mengenai status kedua negara sebagai pesaing geopolitik utama. Ini juga memberikan dimensi baru dalam hubungan yang sering kali tegang, baik di bidang perdagangan, teknologi, maupun isu keamanan global.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan NBC News, Trump menyatakan bahwa dirinya memiliki hubungan yang baik dengan Xi dan bahwa mereka telah berkomunikasi baru-baru ini. Meski demikian, hubungan antara keduanya tetap terhalang oleh kebijakan perdagangan yang ketat, di mana Trump terus menuntut China untuk memperbaiki ketidakseimbangan perdagangan dan menghentikan penyelundupan narkotika jenis fentanyl.
Kebijakan Perdagangan dan Tarif yang Kontroversial
Meskipun mengundang Xi Jinping, Trump tetap melanjutkan kebijakan keras terhadap China. Beberapa pejabat yang dikenal memiliki pandangan tegas terhadap China telah dipilih untuk mengisi posisi kunci dalam kabinetnya. Salah satu nama yang menonjol adalah Senator Marco Rubio, yang dipilih untuk menjadi Menteri Luar Negeri.
Trump juga berencana mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap barang-barang impor asal China, kecuali Beijing mengambil langkah lebih lanjut untuk menghentikan perdagangan narkotika fentanyl yang menjadi masalah besar di Amerika. Ancaman tarif yang semakin besar ini mencakup lebih dari 60 persen barang-barang impor China, sebuah kebijakan yang berpotensi memperburuk ketegangan ekonomi antara kedua negara.
Peringatan dari Media China
Pada akhir November 2024, media pemerintah China mengingatkan bahwa kebijakan tarif tambahan terhadap produk China yang berkaitan dengan perdagangan fentanyl bisa memperburuk hubungan antara AS dan China, serta memicu perang tarif yang merugikan kedua belah pihak. Hal ini membuka potensi ketegangan lebih lanjut dalam hubungan bilateral yang sudah sangat rumit ini.