Pada Kamis (13/2/2025), sebuah insiden mengejutkan terjadi di pusat kota Munich, Jerman, ketika seorang pria berusia 24 tahun asal Afghanistan menabrakkan mobilnya ke arah kerumunan orang yang sedang melakukan demonstrasi. Insiden tersebut menyebabkan sekitar 30 orang terluka, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis. Kejadian ini terjadi menjelang digelarnya Konferensi Keamanan Internasional yang dijadwalkan di kota tersebut.
Wali Kota Munich, Dieter Reiter, menyampaikan bahwa beberapa korban mengalami luka serius. “Beberapa dari mereka dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Ini adalah serangan yang sangat mengkhawatirkan,” ujar Reiter, yang dikutip oleh AFP pada Jumat (14/2/2025). Insiden ini terjadi ketika korban sedang mengikuti aksi demonstrasi yang diorganisir oleh serikat pekerja. Polisi yang segera tiba di lokasi langsung melepaskan tembakan ke arah kendaraan pelaku dan berhasil menangkapnya di tempat kejadian.
Tersangka yang diidentifikasi sebagai Farhad N, seorang pencari suaka yang telah tinggal di Munich, mengendarai mobil Mini Cooper berwarna krem saat menabrak kerumunan. Kejadian ini menyebabkan barang-barang korban berserakan di jalan, termasuk sepatu, kacamata, dan kereta bayi, yang menunjukkan betapa brutalnya serangan tersebut.
Motif di balik serangan ini masih dalam penyelidikan. Kantor kejaksaan daerah telah mengambil alih kasus tersebut dan menyatakan adanya indikasi motif ekstremis. Berdasarkan laporan dari Der Spiegel, yang mengutip sumber-sumber keamanan, diduga tersangka sempat mengunggah konten berisi ideologi beragama di media sosial sebelum serangan terjadi. Tersangka dilaporkan tiba di Jerman pada 2016, bersamaan dengan gelombang besar migrasi ke Eropa. Meskipun permohonan suakanya ditolak, ia tetap diizinkan tinggal di Jerman karena memiliki pekerjaan tetap.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz, dengan tegas mengecam serangan ini. “Penyerang ini tidak bisa mengharapkan belas kasihan. Dia harus dihukum dengan seberat-beratnya dan segera dideportasi,” tegas Scholz kepada wartawan.
Serangan ini terjadi di tengah ketegangan politik mengenai kebijakan imigrasi menjelang pemilu Jerman yang dijadwalkan pada 23 Februari mendatang. Partai CDU/CSU, yang unggul dalam jajak pendapat, menyerukan untuk memperketat kebijakan imigrasi setelah insiden ini. Markus Soeder, Perdana Menteri Negara Bagian Bavaria, menyebut kejadian ini sebagai peringatan serius terkait kebijakan imigrasi di Jerman. “Ini bukan kejadian pertama, dan kami harus menunjukkan tekad untuk mengubah kebijakan ini,” ujar Soeder.
Di tengah tekanan politik yang meningkat, pemerintahan Scholz pun bergerak untuk memperketat aturan suaka dan mempercepat proses deportasi, termasuk deportasi ke Afghanistan. Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser menegaskan bahwa pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan deportasi, terutama bagi mereka yang berasal dari negara-negara dengan tingkat ancaman ekstremisme tinggi. Sejak Agustus 2024, Jerman telah memulai pemulangan warga Afghanistan sebagai bagian dari kebijakan tersebut.