Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan proses verifikasi terhadap laporan harta kekayaan yang disampaikan oleh utusan khusus Presiden Prabowo Subianto, Raffi Ahmad. Proses verifikasi ini masih berlangsung, meski laporan harta dan aset dari selebritas yang dikenal sebagai Sultan Andara ini sudah diterima. Menurut keterangan perwakilan tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo, saat ini pihaknya sedang menunggu kelengkapan dokumen yang diperlukan, seperti surat kuasa.
Selain itu, KPK juga mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah pembantu Presiden yang belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dari 15 orang yang terdiri dari utusan khusus, penasihat, dan staf khusus Presiden, delapan di antaranya masih belum melaporkan harta kekayaan mereka. Hal ini tentunya menimbulkan perhatian publik, karena LHKPN merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya pencegahan korupsi.
“LHKPN berfungsi sebagai sarana transparansi yang memungkinkan masyarakat untuk ikut memantau dan mengawasi kepemilikan aset dan harta pejabat publik. Ini merupakan langkah preventif untuk menjaga integritas,” ujar Budi Prasetyo.
Sebagai informasi, hingga saat ini, sekitar 72 persen anggota Kabinet Merah Putih telah menyampaikan LHKPN mereka. Dari total 124 pejabat yang wajib melapor, 44 di antaranya sudah memenuhi kewajiban tersebut. Sementara itu, dari 57 pejabat yang setingkat Wakil Menteri dan Wakil Kelembagaan, baru 38 orang yang telah melaporkan kekayaan mereka.
KPK mengingatkan bahwa tenggat waktu pelaporan LHKPN bagi para pembantu Presiden Prabowo adalah hingga 21 Januari 2025. Oleh karena itu, pihak KPK mengimbau agar mereka yang belum melapor segera menyelesaikan kewajiban ini.
LHKPN sendiri diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 yang mengharuskan setiap penyelenggara negara, termasuk pejabat negara, gubernur, serta pejabat negara lainnya, untuk melaporkan harta kekayaan mereka. Jika terdapat kendala dalam pengisian LHKPN, KPK menyatakan kesediaannya untuk memberikan bantuan dan pendampingan agar proses ini dapat berjalan lancar.
“Jika ada kesulitan dalam mengisi LHKPN, kami siap memberikan pendampingan untuk memastikan laporan disampaikan dengan benar dan sesuai ketentuan yang berlaku,” pungkas Budi Prasetyo.
Dengan adanya proses verifikasi dan pengawasan LHKPN ini, diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pejabat publik, sekaligus menjadi langkah preventif untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kekayaan negara.