KYIV – Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiha, menyatakan bahwa kejatuhan rezim Bashar al-Assad di Suriah disebabkan oleh pengkhianatan sekutu utamanya, Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sybiha menekankan perlunya upaya aktif untuk menstabilkan Suriah setelah jatuhnya rezim Assad, dengan menyoroti pentingnya dialog politik.
“Assad telah jatuh. Ini selalu menjadi nasib para diktator yang bergantung pada Putin. Dia selalu mengkhianati mereka yang mengandalkannya,” ujar Sybiha dalam sebuah wawancara dengan TSN pada Kamis (12/12/2024).
Sybiha menekankan bahwa prioritas utama sekarang adalah memulihkan keamanan di Suriah dan melindungi warga dari kekerasan. Dia juga menyoroti pentingnya stabilisasi regional, pembentukan dialog politik di Suriah, dan pemulihan lembaga-lembaga negara. Ukraina siap mendukung proses normalisasi hubungan di masa depan dan terus memberikan dukungan kepada rakyat Suriah.
Sebelumnya, diplomat senior Rusia, Mikhail Ulyanov, mengungkapkan bahwa Assad dan keluarganya telah diungsikan ke Rusia setelah pemimpin Suriah tersebut digulingkan pada Minggu lalu.
“Kehadiran Assad di Moskow menunjukkan bahwa Rusia tidak mengkhianati teman-temannya dalam situasi sulit, tidak seperti Amerika Serikat,” kata Ulyanov, diplomat Rusia untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina.
Sejak melarikan diri ke Rusia, Assad belum memberikan pernyataan dan kini berada di bawah suaka Kremlin atas dasar kemanusiaan.
Sementara itu, Pusat Perlawanan Nasional Ukraina (NRC) mengeklaim bahwa Putin menolak mengirim tentara bayaran dari wilayah yang diduduki di Ukraina ke Suriah untuk membantu pasukan reguler Assad.
Menurut NRC, penolakan tersebut menyebabkan rezim Assad kehilangan kendali atas Suriah. Mereka juga mencatat bahwa ini bukan pertama kalinya Putin mengkhianati sekutunya dalam upaya mencapai keberhasilan di Ukraina.
“Putin sebelumnya tidak membantu Armenia karena semua unit Rusia yang siap tempur sedang terlibat dalam konflik Ukraina,” kata NRC.
Minggu lalu, kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) berhasil merebut kota-kota penting di Suriah, termasuk ibu kota Damaskus, yang memaksa Assad dan keluarganya melarikan diri ke Rusia untuk mencari perlindungan.
Serangan cepat pemberontak yang dipimpin oleh Abu Mohammad al-Julani ini berhasil berkat perubahan strateginya yang lebih moderat, meninggalkan citra “jihadis”-nya. Pemerintah Iran juga diketahui tidak memberikan bantuan kepada Assad saat dia digulingkan oleh pemberontak Suriah.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tidak mengesampingkan kemungkinan Putin akan membalas dendam atas runtuhnya rezim Assad.