All posts by Minori

Trump Hentikan Operasi VOA, Karyawan Tak Bisa Bekerja

Pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan kebijakan yang mengejutkan dunia jurnalistik dengan membekukan pendanaan untuk lembaga penyiaran dan media pemerintah, termasuk Voice of America (VOA). Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi besar-besaran yang terus diperluas oleh pemerintahannya.

Akibat keputusan ini, ratusan jurnalis dari berbagai media yang didanai pemerintah terpaksa cuti paksa, menyebabkan terhentinya sebagian besar operasional di media-media tersebut.

Media Pemerintah Lumpuh, Jurnalis Dipaksa Keluar dari Kantor

Keputusan ini berdampak pada sejumlah media lain yang dikelola pemerintah, termasuk Radio Free Asia dan Radio Free Europe. Para jurnalis menerima email pemberitahuan yang menginstruksikan mereka untuk tidak memasuki kantor serta mengembalikan kartu pers dan peralatan kerja yang telah diberikan.

Pada hari Jumat, Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang memasukkan US Agency for Global Media (USAGM)—badan yang mengawasi media-media tersebut—ke dalam daftar lembaga yang dianggap tidak lagi dibutuhkan oleh pemerintah federal.

Pihak Gedung Putih menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa “uang pajak masyarakat tidak lagi digunakan untuk propaganda radikal.” Langkah ini mencerminkan perubahan drastis dalam kebijakan pemerintahan AS terhadap media yang sebelumnya berperan penting dalam menyebarkan pengaruh Amerika ke seluruh dunia.

Dampak Besar pada Media yang Berperan di Kancah Internasional

Selama puluhan tahun, VOA dan media pemerintah AS lainnya telah menjadi alat untuk menandingi propaganda dari Rusia dan China. Namun, dengan terhentinya pendanaan, peran strategis mereka kini terancam.

Dalam sebuah unggahan di media sosial, Direktur VOA, Michael Abramowitz, membenarkan bahwa ia termasuk di antara 1.300 karyawan yang terkena dampak kebijakan ini.

“VOA memang membutuhkan reformasi, dan kami telah bergerak ke arah itu. Namun, keputusan ini membuat VOA tidak dapat menjalankan misinya yang sangat penting,” ungkapnya.

Abramowitz menambahkan bahwa VOA memiliki jaringan penyiaran dalam 48 bahasa yang mampu menjangkau 360 juta orang di seluruh dunia setiap minggunya.

Salah satu pegawai VOA, yang tidak ingin disebutkan namanya, menyebut pengumuman ini datang secara tiba-tiba, membuat para jurnalis bingung apakah mereka masih bisa melanjutkan pekerjaan mereka atau tidak.

“Keputusan ini benar-benar menunjukkan betapa kacau dan tidak siapnya proses ini. Kami hanya bisa berasumsi siaran kami dibatalkan, tetapi tidak ada pemberitahuan resmi,” ujarnya.

“Hadiah Besar bagi Musuh-Musuh Amerika”

Presiden Radio Free Europe/Radio Liberty, Stephen Capus, menganggap pemotongan anggaran ini sebagai keuntungan besar bagi negara-negara yang selama ini menjadi rival Amerika Serikat.

“Ayatollah Iran, pemimpin Partai Komunis China, serta para otokrat di Moskow dan Minsk pasti akan merayakan kehancuran Radio Free Europe setelah 75 tahun berdiri,” tegas Capus dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, seorang pegawai Radio Free Asia menyatakan bahwa dampak kebijakan ini bukan sekadar kehilangan pekerjaan, tetapi juga menyangkut keselamatan jurnalis yang bekerja di negara-negara berisiko tinggi.

“Kami memiliki reporter yang bekerja secara rahasia di negara-negara dengan sistem pemerintahan otoriter. Tanpa perlindungan dari lembaga media ini, mereka kini khawatir akan keselamatan mereka sendiri,” katanya.

Selain itu, kebijakan ini juga berdampak pada staf yang bekerja di AS dengan visa kerja, karena jika mereka kehilangan pekerjaan, mereka berisiko dideportasi.

Protes dari Organisasi Kebebasan Pers

Keputusan Trump ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi advokasi Reporters Without Borders.

Kelompok tersebut menyatakan bahwa langkah ini “mengancam kebebasan pers di seluruh dunia dan merusak sejarah panjang AS dalam mendukung arus informasi yang bebas.”

Dengan pemotongan dana ini, masa depan media yang didanai pemerintah AS menjadi tidak pasti. Kebijakan ini bukan hanya menghentikan aktivitas jurnalisme yang telah berlangsung selama puluhan tahun, tetapi juga berpotensi melemahkan pengaruh AS di kancah internasional.

Profil Ifan Seventeen: Dari Musisi ke Dirut PT Produksi Film Negara

Nama Riefian Fajarsyah, atau yang lebih dikenal sebagai Ifan Seventeen, kembali menjadi sorotan publik. Namun kali ini, bukan karena lagu-lagu hits yang membesarkan namanya, melainkan karena kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk memimpin PT Produksi Film Negara (PFN), sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di industri perfilman.

Keputusan ini menuai beragam reaksi. Pasalnya, Ifan lebih dikenal sebagai musisi dibandingkan tokoh perfilman. Meski begitu, rekam jejaknya di dunia hiburan, termasuk keterlibatannya dalam beberapa proyek film, dinilai sebagai modal kuat untuk membawa inovasi baru bagi industri film nasional.

Lalu, bagaimana perjalanan Ifan hingga bisa dipercaya mengemban tanggung jawab besar ini? Berikut ulasan lengkapnya!

1. Dari Dunia Musik ke Jabatan Strategis di PFN

Lahir di Yogyakarta, 16 Maret 1983, Ifan tumbuh sebagai sosok yang memiliki ketertarikan besar terhadap dunia seni, khususnya musik. Bersama saudara kembarnya, Riedhan Fajarsyah, ia menjalani masa kecilnya di kota kelahirannya sebelum kemudian pindah ke Pontianak untuk melanjutkan pendidikan.

Sejak duduk di SMA Negeri 3 Pontianak, Ifan sudah aktif mengikuti berbagai kompetisi vokal. Puncaknya, ia berhasil meraih juara dalam festival vokal antarpelajar pada tahun 2001, yang semakin mengukuhkan langkahnya di industri musik.

Pada 2006, Ifan resmi bergabung dengan band Seventeen sebagai vokalis, menggantikan vokalis sebelumnya. Bersama band ini, ia berhasil menciptakan berbagai lagu populer yang melejit di industri musik Indonesia.

Namun, di tengah kesuksesannya sebagai musisi, Ifan ternyata memiliki minat lebih luas dalam dunia hiburan, termasuk perfilman.

2. Tragedi Tsunami Selat Sunda 2018: Titik Balik dalam Hidup Ifan

Pada 22 Desember 2018, gelombang tsunami yang menerjang Selat Sunda menjadi peristiwa yang mengubah hidup Ifan selamanya. Dalam tragedi memilukan tersebut, tiga rekan satu bandnya serta sang istri tercinta, Dylan Sahara, menjadi korban.

Ifan menjadi satu-satunya anggota Seventeen yang selamat dari bencana tersebut. Kehilangan besar ini menjadi titik balik dalam hidupnya, mendorongnya untuk bangkit dan melanjutkan perjalanan kariernya dengan arah yang lebih luas.

Setelah melewati masa-masa sulit, Ifan tidak hanya kembali bermusik tetapi juga mulai menapaki dunia perfilman.

3. Kiprah Ifan di Industri Perfilman

Walau lebih dikenal sebagai musisi, Ifan ternyata sudah menunjukkan ketertarikannya terhadap perfilman sejak lama. Pada 2019, ia debut sebagai aktor dalam film “Sukep: The Movie”, yang menjadi langkah awalnya di dunia akting.

Tak hanya di depan layar, Ifan juga berkiprah di balik layar sebagai produser eksekutif dalam film dokumenter “Kemarin” (2020). Film ini mengisahkan perjalanan Seventeen, baik sebelum maupun setelah tragedi tsunami. Kisah yang menyentuh hati ini mendapat banyak apresiasi dari publik karena berhasil mengangkat emosi dan keteguhan hati seorang Ifan.

Dari pengalaman ini, Ifan semakin memahami industri perfilman, baik dari sisi produksi maupun bisnisnya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor utama di balik kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk memimpin PFN

4. Ditunjuk sebagai Direktur Utama PT PFN

Pada 10 Maret 2025, Ifan secara resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN) oleh Kementerian BUMN. PFN sendiri merupakan perusahaan milik negara yang memiliki peran strategis dalam memproduksi film-film bertema kebangsaan dan dokumentasi sejarah.

Meski banyak pihak mempertanyakan latar belakangnya, keputusan ini didasarkan pada pengalaman Ifan di industri hiburan dan kemampuannya dalam membangun proyek-proyek kreatif.

“Kita berikan kesempatan kepada pemimpin muda seperti Ifan. Kita lihat bagaimana kreativitas dan gebrakan yang bisa ia hadirkan untuk PFN ke depannya,” ujar perwakilan dari Kementerian BUMN.

5. Tantangan dan Harapan bagi PFN di Bawah Kepemimpinan Ifan

Sebagai Dirut baru PFN, Ifan dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, termasuk bagaimana membawa perusahaan ini tetap relevan di era digital.

Beberapa tantangan utama yang dihadapi PFN saat ini meliputi:
✅ Mengembangkan produksi film nasional yang lebih kompetitif
✅ Memanfaatkan teknologi digital dalam distribusi film
✅ Menjalin kolaborasi dengan sineas lokal maupun internasional

Selain itu, Ifan diharapkan mampu menghadirkan perspektif baru dalam strategi pengembangan film nasional agar lebih menarik bagi generasi muda. Dengan latar belakangnya sebagai musisi dan kreator, banyak pihak berharap PFN dapat lebih aktif dalam menciptakan konten-konten inovatif yang relevan dengan perkembangan zaman.

Kesimpulan: Babak Baru Ifan Seventeen di Dunia Perfilman

Dari musisi hingga menjadi Direktur Utama PFN, perjalanan Ifan Seventeen menjadi bukti bahwa kerja keras dan keberanian untuk berkembang dapat membuka peluang baru di luar zona nyaman.

Meski banyak yang terkejut dengan penunjukannya, rekam jejaknya di industri hiburan dan pengalaman dalam perfilman menjadi modal besar untuk membawa PFN ke level yang lebih tinggi.

Kini, tantangan besar menanti Ifan untuk membuktikan bahwa dirinya bukan hanya sekadar musisi, tetapi juga seorang pemimpin yang mampu membawa perubahan bagi industri perfilman Indonesia.

Akankah ia mampu menjawab ekspektasi dan membawa PFN menjadi lebih maju? Kita tunggu gebrakan dan inovasinya di dunia perfilman Tanah Air! 🎬🎥

Damaskus Diserang! Israel Lancarkan Serangan, 1 Orang Meninggal

Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat setelah Israel melancarkan serangan udara ke ibu kota Suriah, Damaskus, pada Kamis (13/3/2025). Menteri Pertahanan Israel, Katz, mengonfirmasi bahwa target utama serangan tersebut adalah pusat komando kelompok Jihad Islam Palestina.

Serangan Udara di Damaskus, Satu Orang Tewas

Laporan dari berbagai sumber menyebutkan bahwa serangan tersebut mengenai sebuah gedung yang diduga digunakan oleh Jihad Islam Palestina. Akibatnya, satu orang dilaporkan tewas, sementara beberapa lainnya mengalami luka-luka.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa serangan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi Israel akan terus dilakukan, tidak hanya di Gaza tetapi juga di seluruh wilayah Suriah.

“Kami tidak akan memberikan kekebalan kepada siapa pun yang menyerang kami,” ujar Netanyahu.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Katz, menambahkan bahwa negaranya tidak akan membiarkan Suriah menjadi ancaman bagi keamanan nasional Israel.

Gedung Komando Jihad Islam Palestina Jadi Sasaran

Sebuah sumber dari Jihad Islam Palestina mengklaim bahwa gedung yang dihantam oleh jet tempur Israel merupakan fasilitas milik kelompok mereka. Serangan ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa, meskipun jumlah pastinya belum dikonfirmasi secara resmi.

Selain itu, kantor berita resmi Suriah, SANA, melaporkan bahwa tiga warga sipil turut menjadi korban dalam serangan tersebut, termasuk seorang wanita yang mengalami luka kritis.

Ketegangan yang Semakin Meningkat

Serangan udara ini terjadi di tengah konflik yang masih berkecamuk di Jalur Gaza, di mana Jihad Islam Palestina berperang bersama Hamas melawan Israel.

Israel telah melakukan serangkaian serangan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanannya, baik di Gaza maupun di wilayah lain, termasuk Suriah.

Situasi di Timur Tengah terus menjadi sorotan dunia, dengan konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Banyak pihak internasional mengkhawatirkan eskalasi lebih lanjut yang dapat memperburuk stabilitas di kawasan tersebut.

Kabar Duka! Subarkah Hadisarjana Meninggal Dunia, Ini Perjalanan Kariernya

Jakarta – Dunia seni Indonesia berduka atas kepergian Subarkah Hadisarjana, aktor dan penata rias legendaris yang telah meninggalkan kita pada Selasa, 11 Maret 2025, pukul 00.51 WIB di RS Sentra Medika Cimanggis, Depok. Subarkah yang lebih akrab disapa Barkah mengembuskan napas terakhirnya di usia 66 tahun, meninggalkan jejak panjang dalam dunia seni peran dan tata rias.

Kabar Duka yang Menggemparkan Dunia Seni Indonesia

Berita duka ini pertama kali diketahui melalui pesan yang disampaikan oleh Rima Ananda kepada media. Dalam pesannya, Rima mengonfirmasi bahwa Subarkah telah meninggal dunia pada dini hari. “Dengan penuh rasa duka, kami menginformasikan bahwa Subarkah Hadisarjana, suami, ayah, om, dan opa kami, telah berpulang. Innalillahi wa innailahi rojiun. Semoga Allah SWT memberikan ampunan, rahmat, serta tempat terbaik bagi beliau,” demikian isi pesan yang diterima oleh media. Kabar ini tentu menyisakan rasa kehilangan mendalam bagi keluarga, sahabat, serta penggemar karya-karya Subarkah di Indonesia.

Perjalanan Karier yang Membanggakan

Subarkah Hadisarjana memulai perjalanan kariernya pada era Teater Populer di tahun 1960-an, dan dari sana bakatnya berkembang pesat. Seiring berjalannya waktu, ia terlibat dalam berbagai proyek teater, film, dan sinetron, yang melambungkan namanya sebagai salah satu sosok legendaris di industri hiburan tanah air. Beberapa karya film ikonik yang dibintanginya antara lain adalah Pengkhianatan G30S PKI, Kipas-Kipas Cari Angin, Makelar Kodok Untung Besar, Kafir, dan Get Married 3. Karya-karya ini menunjukkan kemampuan luar biasa Subarkah dalam menghidupkan setiap karakter yang ia perankan, yang membuatnya tetap dikenang hingga kini.

Jejak yang Tak Terlupakan di Dunia Sinetron

Selain film, Subarkah juga sangat dikenal melalui peran-perannya di dunia sinetron Indonesia. Karakternya yang kuat dan memikat selalu berhasil menarik perhatian penonton, terutama dalam sinetron-sinetron seperti Benang Emas, Si Doel Anak Sekolahan, dan Cintaku di Rumah Susun. Karakter-karakter yang ia bawakan tak hanya menghibur, tetapi juga memberi kesan mendalam bagi masyarakat yang menyaksikan, menjadikan Subarkah sosok yang tak terlupakan di layar kaca.

Lebih dari Sekadar Aktor: Subarkah sebagai Penata Rias Profesional

Tak hanya dikenal sebagai aktor, Subarkah juga memiliki keahlian luar biasa di bidang tata rias. Sebagai seorang penata rias, ia telah berhasil menciptakan banyak karakter ikonik di panggung teater dan layar kaca. Salah satu karyanya yang paling diingat adalah kontribusinya dalam film Pengkhianatan G30S PKI, di mana sentuhan riasannya menghidupkan karakter-karakter dalam film tersebut dengan sangat mendalam. Kemampuannya dalam merias wajah dan menciptakan karakter menjadi bagian yang sangat penting dalam kesuksesan banyak produksi seni Indonesia.

Peran dalam Dunia Pendidikan

Selain terlibat dalam dunia seni, Subarkah juga giat membagikan pengetahuan dan pengalamannya melalui dunia pendidikan. Ia mengajar di sejumlah kampus ternama, termasuk Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bahkan, ia sempat menjabat sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan di IKJ pada tahun 2002 dan 2009, serta Wakil Dekan III Seni Rupa pada tahun 2008. Pengabdian Subarkah dalam dunia pendidikan tak hanya memberikan dampak di dunia seni, tetapi juga turut melahirkan generasi baru yang siap berkontribusi dalam dunia kreatif.

Perpisahan yang Menggugah Hati

Kepergian Subarkah Hadisarjana tentu meninggalkan kesedihan mendalam bagi dunia seni Indonesia. Karya-karyanya yang telah menginspirasi dan mewarnai industri hiburan tanah air akan selalu dikenang. Redaksi KapanLagi dan seluruh masyarakat Indonesia turut mengucapkan belasungkawa yang mendalam atas kepergian Subarkah Hadisarjana. Semoga segala amal ibadah beliau diterima di sisi Tuhan YME, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.

Selamat jalan, Subarkah Hadisarjana. Karyamu akan selalu dikenang sepanjang masa.

Aksi Penumpang Jetstar Gagalkan Usaha Remaja Bersenjata di Bandara

AVALON, AUSTRALIA – Kejadian mengejutkan terjadi di Bandara Avalon, Victoria, Australia, pada Kamis (6/3/2025) ketika seorang remaja berusia 17 tahun yang membawa senapan mencoba memaksa masuk ke pesawat Jetstar yang akan terbang menuju Sydney. Namun, upaya tersebut berhasil digagalkan oleh tiga penumpang yang bertindak cepat dan melumpuhkan remaja tersebut sebelum ia berhasil memasuki kabin pesawat.

Menurut laporan yang diterima dari The Independent, kejadian ini bermula saat remaja laki-laki tersebut memanjat pagar bandara dan berusaha naik ke pesawat melalui tangga depan, sebuah tindakan yang jelas melanggar prosedur keamanan bandara. “Remaja itu mencoba masuk ke pesawat dengan memanjat pagar dan naik tangga depan menuju kabin, ini adalah pelanggaran serius terhadap prosedur keamanan yang berlaku,” ujar seorang polisi setempat.

Beruntung, tiga penumpang yang berada di lokasi melihat aksi tersebut dan segera melawan remaja itu. Barry Clark, salah satu penumpang yang terlibat, menceritakan pengalamannya kepada ABC Radio Melbourne. Ia menjelaskan, “Kami menyadari senapan itu ada, dan saya takut senapan itu akan ditembakkan. Saya hanya bisa mendorongnya menjauh dan menyingkirkan senapan tersebut, lalu melemparkannya ke bawah tangga sebelum menahannya sampai polisi datang.”

Setelah penahanan oleh penumpang, polisi segera tiba di lokasi untuk mengamankan situasi. Pihak kepolisian belum mengungkapkan identitas remaja tersebut, karena ia masih di bawah umur. Meski demikian, mereka sedang menyelidiki motif di balik tindakannya dan bekerja sama dengan unit antiterorisme untuk mengungkap lebih lanjut.

Selain senapan, petugas juga menemukan dua tas di dalam mobil remaja tersebut, dan sebuah regu penjinak bom dikerahkan untuk memastikan keamanan, meskipun akhirnya tas tersebut dianggap aman. Kepala Polisi Victoria, Michael Reid, menyampaikan bahwa detektif sedang melakukan penyelidikan intensif untuk memastikan motif di balik upaya serangan ini, namun hingga saat ini belum ada keterangan resmi yang mengaitkan insiden tersebut dengan terorisme.

Seorang saksi yang terlibat dalam penanganan remaja tersebut, yang hanya diketahui dengan nama Woodrow, menggambarkan situasi tersebut dengan tegang. “Keributan terjadi saat semua penumpang sudah berada di pesawat, dan saya melihat pilot serta pria lain berusaha menahan remaja bersenjata itu,” ujarnya. Barry Clark kemudian mengambil tindakan dengan menyerang remaja tersebut, menjegalnya, dan berusaha melucuti senjata yang dibawanya.

Maskapai penerbangan Jetstar yang terlibat dalam insiden ini, mengonfirmasi bahwa mereka bekerja sama dengan polisi dan pihak bandara untuk menyelidiki lebih lanjut. “Keamanan penumpang dan awak pesawat adalah prioritas utama kami. Kami bisa memastikan tidak ada korban atau cedera yang terjadi dalam insiden ini,” kata seorang juru bicara Jetstar.

Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan dan respons cepat dari semua pihak untuk menjaga keselamatan di bandara. Masyarakat setempat berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali, dan pihak berwenang dapat memastikan proses penyelidikan berjalan lancar demi keamanan bersama.

Gegara Trump, Warga Kanada Kompak Tinggalkan Produk Amerika

Kanada kini tengah dilanda sentimen anti-Amerika setelah Presiden Donald Trump memberlakukan tarif perdagangan yang tinggi sejak ia dilantik pada Januari lalu. Kebijakan ini telah memicu reaksi keras dari warga Kanada, dengan banyak yang menyerukan boikot produk asal Amerika Serikat.

Setelah tarif perdagangan resmi diterapkan, berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa hingga pengusaha, mulai mengganti barang-barang yang biasanya diimpor dari AS dengan produk lokal atau alternatif lain. Sebagai contoh, warga Kanada kini memilih mengganti tomat dari California dengan tomat asal Italia, atau daging pepperoni buatan Ohio dengan produk lokal dari Ontario dan Quebec. Bahkan, minuman kaleng seperti Coca-Cola pun digantikan dengan air soda yang dimaniskan dengan sirup maple khas Kanada.

Salah satu contoh nyata gerakan ini adalah yang dilakukan oleh Graham Palmateer, pemilik restoran pizza di Toronto. Ia memilih untuk mengganti bahan-bahan pembuatan pizzanya yang sebelumnya diimpor dari AS dengan produk lokal Kanada. “Pada satu titik, saya merasa sudah cukup. Saya harus melakukan ini,” ujar Palmateer.

Gerakan boikot ini sebenarnya cukup langka di Kanada, sebuah negara yang terkenal dengan sikap sopan warganya dan cenderung menghindari konfrontasi. Namun, pernyataan Trump yang menyebut Kanada sebagai “negara bagian ke-51” dan ancamannya untuk mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk Kanada telah membangkitkan rasa tidak puas yang mendalam di kalangan masyarakat Kanada.

Bukan hanya soal produk, kebijakan ini juga mempengaruhi sektor pariwisata. Banyak warga Kanada yang membatalkan rencana liburan ke AS sebagai bentuk protes. Bahkan, dalam sebuah pertandingan hoki es antara Kanada dan AS, ketegangan geopolitik sangat terasa dengan adanya insiden saling lempar pukulan antar pemain dari kedua negara.

Selain itu, gerakan boikot juga terlihat dalam kegiatan sehari-hari. Dylan Lobo, seorang warga Toronto, meluncurkan gerakan “Made in Canada” di media sosial sebagai respons terhadap ancaman tarif Trump. Gerakan ini semakin mendapat dukungan setelah meningkatnya ketidakpuasan terhadap kebijakan AS.

“Kami, sebagai orang Kanada, tidak suka mencari masalah, tetapi ini adalah serangan terhadap kami,” kata Lobo.

Warga Kanada lainnya, seperti John Liedtke dari Windsor, Ontario, juga mengekspresikan rasa kesalnya. “Kami marah, kecewa, dan kesal. Saya tahu beberapa orang yang bahkan berkata mereka tidak akan pernah ke AS lagi,” ungkap Liedtke.

Tak hanya itu, warga Kanada juga mengubah kebiasaan belanja mereka. Nikki Gauthier, seorang perawat pensiunan dari St. Catharine’s, Ontario, mengaku merasa marah mendengar tentang tarif yang menurutnya “tidak adil dan tidak beralasan.” Ia pun membatalkan langganannya di platform belanja online Amazon dan beralih ke platform dari China, Temu.

Untuk merespons kebijakan tersebut, pemerintah Kanada, termasuk Perdana Menteri Ontario Doug Ford, segera mengambil langkah balasan. Ford menginstruksikan toko minuman keras milik pemerintah untuk menarik semua produk AS, mulai dari anggur hingga wiski. Selain itu, Ontario juga memberlakukan tarif 25% pada ekspor listrik ke negara bagian AS seperti Minnesota, Michigan, dan New York.

Dengan berbagai respons yang terus berkembang, Kanada kini tengah menghadapi dampak nyata dari kebijakan tarif Trump. Meskipun hubungan ekonomi antara kedua negara sangat erat, dengan perdagangan bilateral yang mencapai lebih dari $760 miliar, masyarakat Kanada semakin memperlihatkan keteguhan dalam mendukung produk lokal dan menentang kebijakan yang mereka anggap merugikan negara mereka.

AS Lakukan Langkah Berani, Negosiasi Langsung dengan Hamas Terungkap

Amerika Serikat (AS) mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengadakan negosiasi langsung secara rahasia dengan Hamas untuk membebaskan sejumlah warga AS yang disandera di Gaza. Langkah ini menjadi sebuah perubahan besar dalam kebijakan luar negeri AS, yang selama ini menghindari hubungan langsung dengan Hamas, kelompok yang telah terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Departemen Luar Negeri AS sejak 1997. Menurut laporan Reuters pada Rabu (5/3/2025), utusan khusus AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, telah melakukan pertemuan dengan perwakilan Hamas di Doha, Qatar, dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, pertemuan ini menimbulkan tanda tanya mengenai siapa yang mewakili Hamas dalam pembicaraan tersebut. Meskipun demikian, Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Boehler diberi wewenang untuk berkomunikasi langsung dengan Hamas dalam upaya pembebasan sandera.

Sebelumnya, AS selalu menggunakan negara ketiga sebagai perantara dalam pembebasan sandera, seperti Qatar dan Mesir, tanpa melakukan kontak langsung dengan Hamas. Meskipun begitu, dengan negosiasi langsung ini, AS mengubah pendekatan tersebut, yang menambah dimensi baru dalam usaha pembebasan sandera dari tangan kelompok tersebut.

Di sisi lain, Presiden AS, Donald Trump, mengeluarkan peringatan keras terhadap Hamas melalui unggahan di media sosial. Trump menuntut agar semua sandera, termasuk yang sudah meninggal, segera dibebaskan. Ia juga menyampaikan ancaman tegas, “Bebaskan semua sandera sekarang juga, atau kalian akan HABIS!” Trump menegaskan bahwa ia telah mengirimkan bantuan yang dibutuhkan oleh Israel untuk menyelesaikan masalah ini, bahkan dengan mengatakan bahwa tidak ada anggota Hamas yang akan selamat jika mereka tidak mengikuti perintahnya.

Pernyataan keras tersebut langsung mendapat reaksi dari Hamas, yang mengecam ancaman Trump dan menganggap AS sebagai mitra dalam kejahatan terhadap rakyat Palestina. Di sisi lain, Israel, yang terlibat dalam pembicaraan ini, belum memberikan pernyataan jelas mengenai apakah mereka mendukung langkah AS dalam berkomunikasi langsung dengan Hamas.

Salah satu tujuan utama dari negosiasi ini adalah membebaskan Edan Alexander, seorang warga AS yang diyakini sebagai satu-satunya sandera AS yang masih hidup yang ditahan oleh Hamas. Keberadaan Alexander sebelumnya sempat terlihat dalam sebuah video yang dipublikasikan oleh Hamas pada November 2024.

Selain itu, perundingan ini juga menjadi bagian dari upaya untuk menyelesaikan masalah sandera secara lebih luas. Diharapkan ada kesepakatan yang lebih besar yang mencakup pembebasan sandera yang tersisa dan kemungkinan gencatan senjata jangka panjang, seperti yang sudah tercapai sejak 19 Januari 2025. Gencatan senjata ini mencakup pertukaran sandera dan tahanan, namun masih ada beberapa sandera yang belum dibebaskan.

Negosiasi ini menunjukkan langkah berani AS dalam upaya menyelesaikan konflik ini, meskipun situasi di Gaza tetap penuh tantangan dan ketegangan yang belum bisa diprediksi ke depannya.

Anggota Partai Demokrat Dikeluarkan Setelah Menghina Trump Selama Pidato Kenegaraan

Pada Selasa malam, 4 Maret 2025, Sidang Gabungan Kongres Amerika Serikat di Gedung Capitol, Washington DC, berlangsung dengan penuh ketegangan setelah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dari Partai Demokrat, Al Green, diusir dari ruang sidang. Peristiwa ini terjadi setelah Green mengejek Presiden Donald Trump saat pidato kenegaraan pertamanya setelah menjabat kembali.

Presiden Trump, yang baru saja dilantik kembali pada 20 Januari 2025, memasuki ruang sidang pada sekitar pukul 21.15 waktu setempat. Sesaat setelah tiba, Trump memberikan gestur khasnya dengan mengepalkan tangan dan disambut tepuk tangan meriah dari sebagian besar penonton di ruang sidang.

Namun, sambutan tersebut tidak sepenuhnya positif. Beberapa anggota oposisi langsung melontarkan ejekan kepada Trump, termasuk seorang anggota DPR, Al Green. Green, yang berasal dari Texas, terlihat menunjuk-nunjuk Trump dengan ekspresi provokatif, yang langsung menarik perhatian. Sebuah laporan dari kantor berita AFP menampilkan foto yang menunjukkan aksi Green tersebut.

Sementara beberapa peserta lainnya memberikan tepuk tangan kepada Green, banyak pula yang mengecam tindakannya. Ketegangan semakin memuncak ketika Ketua DPR AS, Mike Johnson, menginstruksikan agar mereka yang dianggap melanggar kesopanan segera dikeluarkan dari ruang sidang. Tidak lama kemudian, Johnson memerintahkan agar Al Green diusir dari Sidang Gabungan Kongres. Seorang sersan pun segera menuntun Green keluar dari ruangan.

Pidato Trump dan Rencana “Membangun Kembali Amerika”

Pidato yang disampaikan Trump pada malam itu adalah yang pertama kalinya sejak ia kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Trump diperkirakan akan mengungkapkan berbagai rencana besar untuk memajukan negara dan mengembalikan kejayaan “Negeri Paman Sam.” Trump, yang dikenal dengan pernyataan-pernyataan kontroversialnya, menyatakan bahwa “impian Amerika tidak akan pernah bisa dihentikan,” menambahkan bahwa periode perubahan radikal baru saja dimulai.

Namun, insiden yang melibatkan Al Green ini menunjukkan bahwa ketegangan politik di Washington DC masih sangat terasa, dengan perselisihan yang melibatkan anggota legislatif dan eksekutif. Kejadian ini menjadi bukti jelas bahwa perpecahan di antara partai politik di AS terus berlanjut, meskipun Presiden Trump sudah kembali menjabat.

Donald Trump Akan Cabut Sanksi AS pada Rusia? Keputusan Mengejutkan!

Pemerintahan Presiden Donald Trump dikabarkan tengah menyusun langkah untuk mencabut sejumlah sanksi yang selama ini diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi Trump dalam membangun kembali hubungan diplomatik dengan Moskow serta mendorong upaya perdamaian di Ukraina. Informasi tersebut disampaikan oleh seorang pejabat AS serta sumber yang mengetahui kebijakan tersebut kepada Reuters, Selasa (4/3/2025).

Menurut sumber tersebut, Gedung Putih telah menginstruksikan Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan untuk menyusun daftar sanksi yang dapat dicabut atau dilonggarkan. Daftar tersebut nantinya akan menjadi bahan diskusi dalam pertemuan antara pejabat AS dan Rusia dalam beberapa hari ke depan. Tujuan utama pembicaraan ini adalah meningkatkan kerja sama diplomatik dan ekonomi antara kedua negara.

Laporan juga menyebutkan bahwa kantor urusan sanksi tengah menyusun proposal terkait pencabutan sanksi terhadap beberapa individu dan entitas tertentu, termasuk beberapa oligarki Rusia. Permintaan resmi dari Gedung Putih untuk menyusun dokumen tersebut menunjukkan keseriusan Trump dan para penasihatnya dalam mempertimbangkan kebijakan pelonggaran sanksi ini.

Belum Jelas Imbalan yang Diminta AS dari Rusia

Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai syarat yang akan diajukan AS kepada Rusia sebagai imbalan atas pencabutan sanksi tersebut. Pihak Gedung Putih, Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, maupun Kedutaan Besar Rusia di Washington belum memberikan komentar resmi terkait rencana ini.

Sebelumnya, Kremlin menggambarkan hubungan antara AS dan Rusia berada di titik terendah di bawah pemerintahan Joe Biden. Kebijakan Biden yang mendukung Ukraina melalui bantuan militer serta sanksi ekonomi terhadap Rusia memperburuk ketegangan antara kedua negara. Namun, sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS, Trump berupaya mengubah arah kebijakan tersebut.

Langkah awal pendekatan ini terlihat dari komunikasi langsung antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 12 Februari lalu, yang kemudian disusul dengan pertemuan antara pejabat kedua negara di Arab Saudi dan Turki.

Dinamika Kebijakan Trump terhadap Rusia

Sikap Trump terhadap Rusia mengalami perubahan dalam beberapa bulan terakhir. Pada Januari, ia sempat mengancam akan memperketat sanksi terhadap Moskow jika Putin tidak menunjukkan itikad baik untuk menghentikan perang di Ukraina. Namun, baru-baru ini, pejabat Gedung Putih mulai mengindikasikan kemungkinan relaksasi sanksi.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam wawancaranya dengan Bloomberg Television pada 20 Februari, menyebut bahwa Rusia berpeluang mendapatkan keringanan sanksi tergantung pada sikapnya dalam negosiasi damai. Sementara itu, pada 26 Februari, Trump sendiri mengungkapkan kepada awak media bahwa pelonggaran sanksi terhadap Rusia “bisa saja terjadi di masa depan.”

Kemungkinan Kerja Sama Ekonomi dengan Rusia

Selain mempertimbangkan pencabutan sanksi, pemerintahan Trump juga tengah menjajaki kemungkinan kerja sama ekonomi dengan Rusia. Gedung Putih dikabarkan telah meminta rencana pelonggaran sanksi sebelum Trump memperpanjang status darurat terkait situasi di Ukraina. Status ini memberikan kewenangan kepada AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap individu dan aset tertentu yang terlibat dalam perang Rusia-Ukraina.

Meskipun belum jelas sanksi mana yang akan dicabut lebih dulu, ada kemungkinan Trump akan mengeluarkan perintah eksekutif guna memulai proses tersebut. Namun, beberapa pencabutan sanksi tertentu masih membutuhkan persetujuan dari Kongres.

Sejak invasi ke Ukraina pada 2022, Rusia mampu beradaptasi dengan membangun ekonomi berbasis industri pertahanan dan peningkatan belanja militer. Namun, sejumlah pakar menilai ekonomi Rusia tetap rentan dan memerlukan pelonggaran sanksi Barat untuk meringankan tekanan yang dihadapinya.

Kremlin sendiri telah menyatakan kesiapan untuk menjalin kerja sama ekonomi dengan AS. Bahkan, pekan lalu, pemerintah Rusia mengungkapkan bahwa mereka memiliki cadangan logam tanah jarang dalam jumlah besar dan terbuka untuk kesepakatan eksplorasi bersama dengan AS.

Di sisi lain, Trump juga berusaha mencapai kesepakatan dengan Ukraina terkait sumber daya mineralnya. Namun, negosiasi ini menemui jalan buntu setelah perdebatan sengit antara Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, dalam pertemuan di Gedung Putih pada Jumat lalu.

Dengan berkembangnya wacana pencabutan sanksi ini, dunia kini menanti bagaimana langkah Trump dalam membangun kembali hubungan dengan Rusia, serta bagaimana kebijakan ini akan mempengaruhi dinamika geopolitik global, khususnya terkait konflik di Ukraina.

Tragedi Bom Bunuh Diri di Pakistan: Sekolah Pemimpin Taliban Jadi Sasaran

Pakistan kembali diguncang dengan teror bom bunuh diri yang menargetkan sebuah sekolah agama terkenal, Dar Ul Uloom Haqqania, yang selama ini dikenal sebagai tempat menimba ilmu bagi para pemimpin utama Taliban. Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, di Akora Khattak, sekitar 60 kilometer timur Peshawar. Ledakan dahsyat tersebut menewaskan empat orang, termasuk Hamid Ul Haq, kepala sekolah Dar Ul Uloom Haqqania, yang diduga menjadi sasaran utama dalam serangan ini.

Insiden ini terjadi ketika para jemaah tengah bersiap melaksanakan shalat Jumat di masjid sekolah tersebut. Abdul Rasheed, kepala polisi distrik setempat, mengonfirmasi bahwa ledakan terjadi saat jemaah tengah berkumpul, dengan sebagian besar korban berada di shaf pertama. “Hamid Ul Haq telah menjadi martir dalam serangan ini, dan kami menduga dia adalah target utama,” ujar Abdul Rasheed. 13 orang lainnya mengalami luka-luka akibat bom tersebut.

Petugas kepolisian setempat, Noor Ali Khan, menjelaskan bahwa ledakan itu terjadi pada waktu yang sangat kritis, yaitu ketika para jemaah tengah bersiap melaksanakan shalat. Namun, belum dapat dipastikan apakah bom meledak saat jemaah sudah dalam posisi berdiri atau sebelum itu. Insiden ini jelas memperburuk situasi keamanan yang sudah sangat tegang di kawasan tersebut.

Dar Ul Uloom Haqqania sendiri adalah lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki sejarah panjang dan kontroversial. Kampus ini menampung sekitar 4.000 mahasiswa, dengan memberikan fasilitas makan, pakaian, dan pendidikan secara gratis. Namun, sekolah ini terkenal karena kaitannya yang erat dengan Taliban dan jaringan militan lainnya. Beberapa tokoh terkemuka, seperti pendiri Taliban Mullah Omar, yang memimpin perlawanan terhadap pasukan AS dan NATO di Afghanistan, dan Jalaluddin Haqqani, pendiri jaringan Haqqani yang dikenal atas serangan-serangan besar di Afghanistan, merupakan alumni dari Dar Ul Uloom Haqqania.

Sekolah ini, yang terletak di kawasan yang berbatasan langsung dengan Afghanistan, memiliki sejarah dalam melahirkan banyak lulusan yang terlibat dalam konflik bersenjata. Seiring dengan kebangkitan Taliban di Afghanistan pada Agustus 2021, ketegangan kembali meningkat di perbatasan Afghanistan-Pakistan, dengan aktivitas militan yang kian meningkat. Pemerintah Pakistan menuduh Taliban Afghanistan membiarkan kelompok-kelompok militan menggunakan wilayah mereka untuk melancarkan serangan ke Pakistan. Namun, klaim ini selalu dibantah oleh pemerintah Taliban.

Hingga kini, belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri ini. Otoritas keamanan Pakistan masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap pelaku dan motif di balik serangan yang menargetkan institusi pendidikan ini. Peristiwa ini semakin memperburuk situasi keamanan di kawasan tersebut, yang sudah lama dilanda konflik.