Pada Selasa malam, 4 Maret 2025, Sidang Gabungan Kongres Amerika Serikat di Gedung Capitol, Washington DC, berlangsung dengan penuh ketegangan setelah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS dari Partai Demokrat, Al Green, diusir dari ruang sidang. Peristiwa ini terjadi setelah Green mengejek Presiden Donald Trump saat pidato kenegaraan pertamanya setelah menjabat kembali.
Presiden Trump, yang baru saja dilantik kembali pada 20 Januari 2025, memasuki ruang sidang pada sekitar pukul 21.15 waktu setempat. Sesaat setelah tiba, Trump memberikan gestur khasnya dengan mengepalkan tangan dan disambut tepuk tangan meriah dari sebagian besar penonton di ruang sidang.
Namun, sambutan tersebut tidak sepenuhnya positif. Beberapa anggota oposisi langsung melontarkan ejekan kepada Trump, termasuk seorang anggota DPR, Al Green. Green, yang berasal dari Texas, terlihat menunjuk-nunjuk Trump dengan ekspresi provokatif, yang langsung menarik perhatian. Sebuah laporan dari kantor berita AFP menampilkan foto yang menunjukkan aksi Green tersebut.
Sementara beberapa peserta lainnya memberikan tepuk tangan kepada Green, banyak pula yang mengecam tindakannya. Ketegangan semakin memuncak ketika Ketua DPR AS, Mike Johnson, menginstruksikan agar mereka yang dianggap melanggar kesopanan segera dikeluarkan dari ruang sidang. Tidak lama kemudian, Johnson memerintahkan agar Al Green diusir dari Sidang Gabungan Kongres. Seorang sersan pun segera menuntun Green keluar dari ruangan.
Pidato Trump dan Rencana “Membangun Kembali Amerika”
Pidato yang disampaikan Trump pada malam itu adalah yang pertama kalinya sejak ia kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Dalam pidato tersebut, Trump diperkirakan akan mengungkapkan berbagai rencana besar untuk memajukan negara dan mengembalikan kejayaan “Negeri Paman Sam.” Trump, yang dikenal dengan pernyataan-pernyataan kontroversialnya, menyatakan bahwa “impian Amerika tidak akan pernah bisa dihentikan,” menambahkan bahwa periode perubahan radikal baru saja dimulai.
Namun, insiden yang melibatkan Al Green ini menunjukkan bahwa ketegangan politik di Washington DC masih sangat terasa, dengan perselisihan yang melibatkan anggota legislatif dan eksekutif. Kejadian ini menjadi bukti jelas bahwa perpecahan di antara partai politik di AS terus berlanjut, meskipun Presiden Trump sudah kembali menjabat.