Pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk menarik kembali negara tersebut dari Perjanjian Paris. Langkah ini diambil hanya beberapa jam setelah Trump dilantik untuk masa jabatan keduanya, dan menandai momen penting dalam dinamika global terkait perubahan iklim.
Penarikan AS dari Perjanjian Paris diumumkan melalui perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada 20 Januari 2025. Dalam pernyataannya, Trump menyebut perjanjian tersebut sebagai “tidak adil” dan berpotensi merugikan ekonomi AS. Keputusan ini mengingatkan pada langkah serupa yang diambilnya pada tahun 2017, yang sebelumnya dibatalkan oleh pemerintahan Biden. Ini menunjukkan bahwa kebijakan iklim dapat menjadi isu politik yang sensitif dan berubah-ubah tergantung pada kepemimpinan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, menyatakan bahwa penarikan tersebut menunjukkan kurangnya komitmen AS terhadap tanggung jawab global dalam menghadapi perubahan iklim. China, sebagai negara penghasil emisi terbesar di dunia, merasa bahwa kolaborasi internasional sangat penting untuk mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca. Ini mencerminkan pandangan bahwa perubahan iklim adalah tantangan global yang memerlukan kerjasama dari semua negara.
Keputusan ini diperkirakan akan memperburuk tantangan dalam upaya global untuk membatasi pemanasan global dan mencapai target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris. Banyak negara kini khawatir bahwa tanpa partisipasi aktif AS, upaya untuk mengurangi emisi karbon akan terhambat. Ini menunjukkan bahwa tindakan satu negara dapat memiliki dampak luas terhadap keseluruhan upaya internasional dalam menangani isu lingkungan.
Penarikan AS juga dikhawatirkan akan berdampak negatif pada pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada dukungan internasional untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Negara-negara ini mungkin menghadapi kesulitan lebih besar dalam menjalankan program-program mitigasi dan adaptasi tanpa adanya komitmen dari negara-negara besar seperti AS. Ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara dengan sumber daya terbatas dalam menghadapi krisis iklim.
Dengan keputusan ini, semua pihak berharap agar komunitas internasional dapat tetap bersatu dalam menghadapi tantangan perubahan iklim meskipun terdapat perbedaan kebijakan antarnegara. Diharapkan bahwa negara-negara lain akan terus berkomitmen pada Perjanjian Paris dan mencari cara untuk bekerja sama demi masa depan yang lebih berkelanjutan. Keberhasilan dalam menjaga kerjasama global akan menjadi indikator penting bagi upaya kolektif dalam memerangi perubahan iklim di tahun-tahun mendatang.