Kekerasan antara Israel dan kelompok militan Hizbullah kembali memanas setelah peluncuran roket oleh Hizbullah di Lebanon dan serangan balasan dari Israel. Ketegangan ini muncul hanya beberapa hari setelah adanya gencatan senjata yang dirancang untuk meredakan konflik antara kedua pihak.
Pada Senin (2/12) malam, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melancarkan serangan udara ke berbagai wilayah di Lebanon, menuduh Hizbullah yang didukung oleh Iran melanggar gencatan senjata dengan menargetkan Israel menggunakan roket. IDF menegaskan bahwa serangan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata yang telah dicapai dengan Lebanon.
“Peluncuran roket oleh Hizbullah malam ini adalah pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata,” ujar IDF melalui saluran Telegram. Mereka juga menegaskan akan bertanggung jawab atas tindakan mereka dan mendesak pihak berwenang di Lebanon untuk menghentikan serangan yang dilakukan Hizbullah.
Sebagai balasan, Israel menyerang puluhan peluncur roket, serta menghancurkan sejumlah infrastruktur milik Hizbullah. Serangan ini dilaporkan menewaskan sembilan orang dan melukai beberapa lainnya di daerah-daerah seperti Haris dan Talousa.
Pada saat yang sama, Hizbullah juga melakukan serangan roket terhadap posisi militer Israel di wilayah yang disengketakan, Shebaa Farms, yang mereka klaim sebagai “serangan defensif” sebagai respons atas serangan sebelumnya.
Meskipun ketegangan kembali meningkat dengan serangan-serangan ini, pejabat AS masih optimis bahwa gencatan senjata sementara ini bisa bertahan. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyatakan bahwa pihaknya terus memantau situasi dengan serius dan sedang bekerja untuk memastikan bahwa gencatan senjata tetap terjaga meskipun ada tuduhan pelanggaran dari kedua pihak.
Sementara itu, upaya diplomatik dari Amerika Serikat dan Prancis bertujuan untuk memastikan perdamaian jangka panjang antara Israel dan Lebanon, pasca-serangan besar oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang menyebabkan lebih dari seribu korban jiwa dan menyandera ratusan lainnya.
Dalam perkembangan terkait, Presiden AS Joe Biden mengungkapkan kesedihannya setelah mendengar kabar tentang kematian Omer Neutra, seorang tentara Amerika-Israel yang sebelumnya diyakini telah disandera oleh Hamas. Biden menyatakan, “Kami bersama keluarga yang kehilangan, dan saya berkomitmen untuk mengupayakan pembebasan para sandera.”
Presiden Israel, Isaac Herzog, juga menegaskan bahwa prioritas utama adalah membawa pulang Neutra dan semua warga Israel yang masih disandera. “Kita harus memastikan agar semua yang diculik kembali ke rumah mereka,” katanya.
Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa jika para sandera tidak dibebaskan sebelum ia menjabat pada Januari 2025, akan ada konsekuensi besar bagi pihak yang bertanggung jawab atas kekejaman tersebut, mengancam hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.